John Sung lahir di desa Hongchek, wilayah Hinghwa di propinsi Fukien, Tiongkok Tenggara, pada tanggal 27 September 1901. Dia diserahkan pada Allah untuk pelayanan-Nya, dan dinamai Yu-un (kasih karunia Allah). Pada usia sembilan tahun, Yu-un hadir di sebuah pertemuan Jumat Agung, dan Roh Kudus bekerja dalam hatinya. Hidupnya ditandai dengan kasih yang luar biasa pada firman Allah, keinginan kuat untuk berdoa, dan hasrat yang besar untuk berkhotbah.
Pada usia 18 tahun, Yu-un berlayar ke Amerika karena mendapat beasiswa. Ia belajar kimia di Wesley University di Ohio. Beasiswa yang diterima ternyata hanya cukup untuk membayar uang kuliah. Akhirnya dia bekerja keras di sebuah toko mesin dan merangkap menyapu di sebuah hotel. Ia mendapat juara satu di kelas dalam jurusan fisika dengan eksata dan kimia sebagai pelajaran pokok.
Pada tahun 1923, Yu-un mendapat ijazah BA dengan penghormatan tertinggi, anugerah medali emas, hadiah uang tunai untuk fisika dan kimia, dan dipilih menjadi anggota perkumpulan yang sangat eksklusif. Surat-surat kabar Eropa memuat kisahnya. Tawaran kedudukan tinggi dan gaji besar datang mengalir, tapi Yu-un ingin meneruskan pelajarannya untuk mencapai ijazah yang lebih tinggi. Namun dalam hatinya tidak ada damai.
Pada musim gugur, Yu-un masuk di Ohio State University. Program Master of Science diraih hanya dalam waktu sembilan bulan. Dia dianugerahi medali dan kunci emas dari Lembaga Sains. Sesudah itu, dia mengejar dan memperoleh gelar PhD. dalam satu tahun. Pada tahun 1926, Dr. Sung MSc., PhD. didaftarkan sebagai mahasiswa di Union Theological Seminary. Dr. Sung menenggelamkan diri dalam studi teologi liberalnya dan ia memperoleh nilai-nilai tertinggi. Namun hatinya berpaling dari ke-Kristenan dan mengunjungi banyak upacara pemujaan dan lembaga teosofi di New York.
Pada tanggal 10 Pebruari 1927 ia mengalami pertobatan sejati. Dalam tangisan dan doanya, ia mendengar suara, “Anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Roh Kudus memenuhi hidupnya. Namanya disebut John, menurut nama John the Baptist (Yohanes Pembaptis). Ia mulai berbicara kepada setiap orang tentang kebutuhan mereka akan Kristus, termasuk kepada para pengajar di seminari itu.
Di seminari tersebut, John Sung mendapatkan mimpi. Ia melihat mayatnya sendiri, memakai baju sarjana, serta memegang satu ijazah. John Sung mendengar suara berkata, “John Sung sudah mati! Sudah mati untuk dunia.” Kemudian mayat itu bergerak dan bangun, dan para malaikat di atasnya mulai menangis, sehingga ia berseru, “Jangan menangis, hai malaikat-malaikat! Aku akan tetap tinggal mati bagi dunia dan bagiku sendiri.” Tahun-tahun selanjutnya dari hidupnya membuktikan kebenaran pengabdiannya.
Pada tahun 1927, karena ketegangan jiwa yang hebat, belajar melampaui batas, dan konflik rohani selama bertahun-tahun, mengakibatkan pikiran John Sung terganggu dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. John Sung memanfaatkan waktu tersebut untuk beristirahat dan membaca Alkitabnya. Selama 193 hari di rumah sakit itu, ia menelaah 1.189 pasal Alkitab dari Kejadian 1 sampai Wahyu 22, sebanyak 40 kali dengan 40 sudut eksegese yang berbeda. Dia keluar rumah sakit sambil membawa 40 naskah eksegese dalam bahasa Inggris dan Mandarin.
Tanggal 4 Oktober, John Sung berlayar kembali ke Shanghai. Ketika kapal makin dekat ke tujuannya, dia teringat akan mimpi dan akan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus di dalam Filipi 3:7. John Sung lalu pergi ke kamarnya, mengeluarkan dari dalam kopornya ijazah, medali emas, kunci-kunci penghormatan, lalu melemparkan semua ke laut kecuali ijazah doktornya, untuk menyenangkan hati Ayahnya.
Mulailah dia bekerja bagi pekerjaan Tuhan. Pertobatan-pertobatan terjadi, kesaksian terus mengalir. Lahan-lahan yang dipersiapkan para misionari sebelumnya memperlihatkan hasil. Pada tahun 1939, ia beberapa kali datang ke Indonesia. Orang datang berduyun-duyun sampai gedung gereja melimpah ruah. Itulah Dr. John Sung dari Tiongkok yang membuat ratusan ribu orang di Indonesia pada tahun 1935-1939 menerima Injil Kristus.
Kesehatan hamba Tuhan yang setia ini semakin lama semakin buruk. Waktu di Surabaya ia berkhotbah sambil berlutut untuk meringankan sakitnya. Pada pukul 7.07 pada tanggal 18 Agustus, John Sung menghembuskan nafas terakhirnya. Ia dipanggil Tuhan pada usia 42 tahun. Orang-orang Kristen di China dan Taiwan, bahkan Indonesia hari ini berhutang banyak kepada pelayanan Sung; ia adalah salah satu karunia terbesar Tuhan bagi Asia. Inilah John Sung, Obor Allah di Asia.
“Masih banyak orang yang lebih baik dari aku! Untuk pembelajaran Alkitab, aku tidak sebanding dengan Watchman Nee! Sebagai pengkotbah, aku tidak sebanding dengan Wang Ming-Tao! Sebagai penulis, aku tidak dapat dibandingkan dengan Marcus Cheng! Sebagai musisi, aku jauh di bawah Timothy Chao. Aku tidak memiliki kesabaran seperti Alfred Chow! Sebagai figur publik, aku tidak memiliki sopan santun seperti Andrew Gih. Hanya ada satu hal di mana aku melebihi mereka: yaitu aku melayani Tuhan dalam setiap kekuatanku” -John Sung
(Disadur dari tulisan Leslie T. Lyall; dari buku “John Sung, Obor Allah bagi Asia”, dan dari berbagai sumber..)
Pernah dimuat di Buletin Phos edisi April 2013..