Monthly Archives: January 2012

Buku Harian Ayah

Standard

Ayah dan ibu telah menikah selama lebih dari 30 tahun, dan Michael, anaknya, sama sekali tidak pernah melihat mereka bertengkar. Perkawinan orangtuanya yang harmonis ini menjadi teladan dalam hidupnya. Michael selalu berusaha dengan keras agar ia dapat menjadi pria dan suami yang baik seperti ayahnya. Namun, harapan tinggallah harapan, sementara penerapannya sangatlah sulit. Tidak lama setelah menikah, dia dan istrinya mulai sering bertengkar hanya karena masalah sepele yang sering terjadi di dalam rumah tangganya.

Ketika pulang ke kampung halaman dan sampai di rumah orangtuanya, Michael tak kuasa menahan diri sehingga ia menuturkan segala keluhan tersebut pada sang ayah. Sang ayah tanpa mengeluarkan sepatah kata pun mendengar segala keluhan Michael. Setelah selesai, beliau berdiri dan masuk ke dalam kamar. Dan tak lama kemudian membawa belasan buku catatan ditumpuk begitu saja di hadapan Michael. Sebagian besar halaman buku tersebut sudah terlihat menguning. Rupanya buku-buku tersebut telah disimpan selama puluhan tahun.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Michael mengambil salah satu buku itu. Tulisannya adalah tulisan tangan ayah sendiri, agak miring dan sangat aneh. Ada yang sangat jelas, ada juga yang semrawut, bahkan ada yang tulisannya sampai menembus beberapa halaman kertas. Michael segera tertarik dengan buku-buku tersebut. Maka mulailah Michael membaca halaman demi halaman buku itu dengan saksama.

Semuanya merupakan catatan hal-hal yang sepele, “Suhu udara mulai berubah menjadi dingin. Ia sudah merajut baju wol untukku. Anak-anak terlalu berisik, untung ada dia.” Sedikit demi sedikit kejadian tercatat. Semua itu adalah catatan berbagai macam kebaikan yang telah dilakukan karena cintanya ibu kepada ayah, anak-anak, dan kepada keluarga. Dalam sekejap Michael sudah membaca habis beberapa buku. Arus hangat tiba-tiba saja mengalir di dalam hatinya. Matanya berlinang air mata.

Michael mengangkat kepala, dan dengan penuh rasa haru dia berkata pada ayah, “Ayah, saya sangat mengagumi apa yang sudah diperbuat oleh Ayah dan Ibu.” Ayahnya menggelengkan kepala dan berkata, “Tidak perlu kagum, nak. Kamu pun juga dapat meniru Ayah.”

Lalu ayahnya berkata lagi, “Menjadi suami istri selama puluhan tahun lamanya, tidak mungkin tidak terjadi pertengkaran dan benturan. Intinya adalah kita harus bisa belajar untuk saling memiliki pengertian dan rasa toleran antar sesama. Setiap orang pasti memiliki masa-masa emosional. Ibumu terkadang kalau sedang kesal, juga suka mencari gara-gara. Melampiaskan kemarahannya pada Ayah dengan cara mengomel.”

“Waktu itu Ayah berada di depan rumah. Dalam buku catatan, Ayah menulis segala hal baik, yang telah Ibumu lakukan demi keluarga ini. Suatu kali dalam hati Ayah penuh dengan amarah waktu menulis kertasnya. Dan ketika berusaha menulis, sampai sobek kertasnya akibat tertembus oleh tekanan pena. Tetapi, Ayah masih terus menulis satu demi satu kebaikannya. Ayah merenungkan kembali dan akhirnya emosi itu mereda. Yang tertinggal hanyalah kebaikan hati yang telah dilakukan oleh ibumu.”

Dengan terpesona Michael mendengarkannya. Lalu dia bertanya pada ayah, “Ayah, apakah Ibu pernah melihat catatan ini?” Ayah hanya tertawa dan berkata, “Ibumu juga memiliki buku catatan yang sama. Buku catatannya berisi kebaikan diri Ayah. Kadang di malam hari menjelang tidur, kami saling bertukar buku catatan, dan saling menertawakan satu sama lain..” Saat memandang wajah ayah yang dipenuhi senyuman dan setumpuk buku catatan di atas meja, tiba-tiba Michael sadar akan rahasia kehidupan di dalam pernikahan, “Cinta itu sebenarnya sangat sederhana. Ingatlah dan catat kebaikan dari pasangan kita. Sebaliknya, lupakan segala kesalahannya, karena tidak ada seorangpun di dunia ini yang sempurna.”

Apakah Anda berencana untuk menikah? Ketahuilah bahwa di dalam hidup pernikahan tidak selalu diwarnai dengan kejadian yang indah. Respon hati dan tindakan kita yang benar, yang membuatnya menjadi indah.

Apakah Anda sudah menikah? Manakah yang lebih banyak Anda lakukan? Mencatat kebaikan yang telah dilakukan oleh pasangan kita? Atau mengingat segala keburukan yang sudah dilakukannya? Pilihlah mencatat dan mengingat kebaikannya.

Jika Anda merasa kesulitan untuk memuji orang lain, jangan-jangan Anda pun juga jarang mendapat pujian. Lihatlah hal-hal positif atau kebaikan orang lain terlebih pada pasangan kita. Karena dengan berbuat demikian, maka hal itu akan membuat hubungan Anda dengan pasangan akan menjadi lebih langgeng dan mengurangi pikiran negatif yang dapat merusak hubungan dengan pasangan kita.

Hidup ini hanyalah sekali kita jalani. Buat hal itu dengan indah. Tetaplah menjaga dan memelihara keharmonisan dalam rumah tangga. Mulailah sekarang ini untuk lebih awal dalam memberikan pujian kepada pasangan kita. Tumbuhkan rasa toleransi dan pupuk selalu komunikasi yang baik di antara pasangan. Dengan demikian, Anda dan pasangan akan membuat dunia menjadi jauh lebih baik dan indah. Tidak ada salahnya untuk dicoba..

–Disadur dari BBM cik Meiyani..

Berbakat tanpa Pengharapan

Standard

Pelukis legendaris asal Belanda, Vincent van Gogh, melakukan sensasi. Dia sengaja memotong telinga kirinya dengan sebilah silet dan menunjukkan penampilan terbarunya itu dengan lukisan. Hal ini terjadi 122 tahun yang silam. Van Gogh mendokumentasikan kejadian itu melalui sebuah lukisan berjudul “Self Portrait with Bandaged Ear” (Potret Diri dengan Telinga Dibalut) dan memberikan potongannya kepada seorang (maaf) pelacur di sebuah rumah pelacuran. Semasa hidupnya van Gogh merupakan wujud anak lelaki yang tersiksa dan miskin.

Vincent Willem van Gogh lahir pada 30 Maret 1853 di Belanda. Berkepribadian tertutup dan pemalu. Saat itu van Gogh bekerja pada sebuah galeri kesenian. Karena hasil lukisannya hanya terjual satu saja di kala itu akhirnya ia kemudian bekerja sebagai pendeta dalam komunitas penambang miskin di Belgia. Pada 1886, van Gogh hijrah ke Paris dan tinggal bersama adik laki-lakinya. Theo, seorang penyalur karya seni memberi dukungan keuangan dan memperkenalkan van Gogh kepada beberapa pelukis terkenal.

Namun kemudian hubungannya dengan sang adik memanas karena sikapnya yang kurang stabil. Ia mengancam adiknya dengan pisau. Di kala itu ia menderita demensia, penurunan fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak.

Van Gogh akhirnya mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Arles dan melakukan tes kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Saint Remy selama satu tahun. Selama tinggal di Saint Remy, van Gogh berada dalam masa kemarahan dan kreativitas. Pada Mei 1890, van Gogh pindah ke Auvers-sur-Oise, di dekat kota Paris. Di sana van Gogh terus dijangkiti keputusasaan dan kesepian. Juli 1890, van Gogh bunuh diri dan menembak dadanya dua kali. Dia meninggal dunia dua hari kemudian dalam usia 37 tahun.

Kini lukisan van Gogh begitu terkenal bahkan memiliki harga paling tinggi. Namun lukisannya sangat mahal bukan karena ia sakit jiwa tetapi karena warna-warna yang ia pakai dalam lukisannya sangat hidup. Bahkan ketika ia melukis sebuah pertanian, ia melukisnya begitu hidup hingga seperti gambar nyata. Van Gogh memang orang yang sangat berbakat. Di kala itu lukisannya memang tidak laku karena ia belum terkenal dan minat terhadap lukisan di kala itu sangat sedikit. Kalau saja Gogh memotivasi dirinya untuk berjuang dan tetap berpengharapan maka ia tidak akan stres dan akhirnya membuat ia gila.

Ia diperkenalkan dengan para pelukis terkenal seperti Paul Gauguin, Camille Pisarro, dan Georgeus Seurat. Tentunya hal ini memberi ia kesempatan untuk bisa terkenal. Namun Gogh berpikir bahwa melukis mungkin panggilannya. Ia pun memiliki hati untuk melayani mereka yang miskin di Belgia. Bahkan ia mengabadikan pelayanannya di sana dengan sebuah lukisan yang berjudul “The Potato Eaters,” 1855 (Para Pemakan Kentang).
Lukisannya menggambarkan kehidupan gelap dan suram yang ia alami bersama para petani dan penambang miskin. Ia mengenal Yesus, memperkenalkan pengharapan kepada mereka yang miskin dan membuat banyak orang sadar bahwa mereka masih memiliki pengharapan. Ia berbakat sebagai pelayan Tuhan. Namun ia tidak menjaga hati sehingga jiwanya ia serahkan kepada iblis dan membuatnya kehilangan kewarasan.

Setiap kita memiliki bakat. Mungkin tidak sehebat dan seterkenal orang lain. Namun kita tetap bisa menggunakan bakat kita untuk melayani, memberkati orang lain dan memuliakan nama Tuhan. Jangan biarkan iblis mengintimidasi kita dengan menyatakan bahwa kita tidak mampu, tidak memiliki pengharapan, tidak sukses, tidak beruntung, tidak diberkati dan hanya pantas mendapatkan hal yang terburuk. Hal inilah yang membuat banyak orang tidak mampu mengendalikan pikiran dan jiwanya sehingga mereka menjadi kehilangan kewarasannya karena tidak ada lagi harapan dalam hidup mereka.

Namun kita sebagai orang percaya harus yakin bahwa di dalam Yesus selalu ada pengharapan. Kita mungkin memiliki bakat dalam membuat kue, namun kita tidak sukses sebagai pemilik toko kue dan hanya bisa menjualnya di saat ada pesanan. Namun kue-kue kita bisa memberkati banyak orang. Kita mungkin memiliki bakat berbicara dan hanya bisa menjadi guru sekolah minggu atau pendoa. Kita tidak perlu menjadi pendeta atau pengkhotbah terkenal karena dengan menjadi guru sekolah minggu atau pendoa pun kita bisa memberkati banyak orang.

Intinya adalah, jaga hati dan terus berpengharapan di dalam Yesus. Di dalam Dia segala sesuatunya akan menjadi baik dan selalu membawa sukacita.

–Disadur dari tulisan Vlorin
(Renungan Wanita)

Setiap Langkah adalah Anugerah

Standard

Ada seorang Profesor yang diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Di sana ia berjumpa dengan Ralph, seorang yang bertugas menjemputnya di bandara. Ketika berada di sana, Ralph sering kali menghilang, dan ada saja yang dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopernya jatuh dan terbuka, mengangkat dua anak kecil agar dapat melihat sinterklas, menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah jalan yang benar. Dan, ia selalu kembali tepat waktu di sisi sang Profesor, dengan tersenyum lebar.

Waktu di dalam mobil mereka berbincang-bincang, dan inilah isi dari percakapannya..

“Dari mana Anda belajar melakukan dan bersikap semuanya ini?” Tanya sang Profesor.

“Melakukan apa? Oh, selama perang.. Saya kira, di dalam peperangan telah mengajari saya akan banyak hal..”

Lalu ia mulai bercerita sewaktu ditugaskan di Perang Vietnam. Ia dan timnya bertugas untuk membersihkan ladang ranjau dan dengan mata kepalanya sendiri, ia harus menyaksikan satu per satu dari teman-temannya tewas terkena ledakan ranjau.

“Saya belajar untuk hidup di antara pijakan di setiap langkah,” kata Ralph, “saya tidak tahu apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir atau bagaimana. Yang saya tahu hanyalah ketika saya mengangkat kaki dengan aman, saya mengucap syukur atas langkah yang sebelumnya telah diambil. Hal itulah yang memotivasi saya untuk menjalani kehidupan ini dengan satu kerinduan agar dapat membawa manfaat bagi orang lain. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah anugerah baru. Sebuah kesempatan yang baru.”

Kemuliaan di dalam kehidupan tidak ditentukan oleh seberapa lama kita hidup dan berapa banyak yang sudah kita raih. Tetapi dilihat dari sejauh mana kita sudah menjalani kehidupan yang dapat memberikan makna bagi orang-orang di sekitar kita. Nilai manusia tidak ditentukan dari bagaimana cara ia meninggalkan dunia ini, tetapi dilihat dari bagaimana cara ia hidup. Kekayaan seorang manusia tidak dilihat dari apa yang telah ia peroleh, tetapi dari apa yang sudah ia bagikan, selama ia masih diberi kesempatan di dunia ini.

Berkat tidak selalu berupa emas, intan permata atau uang yang banyak. Bukan pula berbicara saat kita tinggal di sebuah rumah yang mewah dan pergi dengan kendaraan bermobil. Berkat adalah saat kita kuat dalam keadaan putus asa dan tetap bersyukur saat tak memiliki apa- apa. Tetap tersenyum saat diremehkan oleh keadaan sekitar, dan tetap memiliki hati yang taat meski kehidupan ini amat berat. Tetap setia kepada Tuhan dan memberi yang terbaik bagi sesama, meski terkadang kita merasa ditinggalkan. Serta, dapat memiliki kedamaian di hati tatkala situasi dan kondisi sulit menekan.

Kesulitan sebesar apapun akan terasa biasa bagi jiwa yang tetap melebihkan kata “Syukur” daripada mengeluh. Karena bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur tetapi bersyukurlah yang menjadikan kita berbahagia. Jiwa yang malas tetap akan tersesat walaupun sudah sampai di tujuan. Jiwa yang tamak, akan terus mengeluh di atas kekayaan yang melimpah. Jiwa yang bersyukur akan tetap berbahagia bahkan di atas masalah sekalipun. Jadilah orang-orang yang selalu bersyukur dalam kondisi apapun dengan memiliki sifat..

Murah hati, karena akan membuat dirimu diberkati
Gembira, karena akan membuat dirimu sehat
Senyum, karena akan membuat dirimu tampak manis
Ramah, karena akan membuat dirimu disukai banyak orang
Sabar, karena akan membuat dirimu lebih bijaksana
Lemah lembut, karena akan membuat dirimu dikagumi
Setia, karena akan membuat dirimu dicintai, dan
Mengasihi, karena akan membuat dirimu mengerti arti kehidupan

–Disadur dari broadcast BBM

Kualitas Jagung Terbaik

Standard

James Bender di dalam bukunya, “How to Talk Well” (New York; McGray-Hill Book Company, Inc., 1994), menyebutkan sebuah cerita tentang seorang petani yang menanam jagung unggulan dan sering kali memenangkan penghargaan.

Pada suatu hari ada seorang wartawan dari koran lokal yang melakukan wawancara dan ingin menggali rahasia kesuksesan petani tersebut. Wartawan itu menemukan bahwa sang petani memiliki kebiasaan sering membagikan benih jagung miliknya kepada para tetangga di sekitarnya. Wartawan itu bertanya dengan penuh rasa heran dan takjub, “Bagaimana Anda bisa berbagi benih jagung dengan para tetangga, dan bersaing dengan mereka dalam kompetisi yang sama di setiap tahunnya?”

“Tidakkah Anda mengetahui bahwa angin sering kali menerbangkan serbuk sari dari jagung yang akan berbuah dan membawanya dari satu ladang ke ladang yang lain? Jika tetangga saya menanam jagung yang kualitasnya kurang baik, maka kualitas jagung yang saya tanam juga akan menurun ketika terjadi serbuk silang. Jika saya ingin menghasilkan jagung dengan kualitas yang unggul, maka saya harus membantu tetangga saya untuk menanam jagung yang bagus pula,” jawab petani tersebut.

Petani ini sangat menyadari adanya hukum keterhubungan di dalam kehidupan. Dia tidak dapat meningkatkan kualitas jagungnya, jika dia tidak membantu tetangganya untuk melakukan hal yang sama. Di dalam kehidupan, mereka yang ingin menikmati kebaikan, harus memulainya terlebih dahulu dengan menabur kebaikan pada orang-orang di sekitarnya. Jika Anda ingin bahagia, Anda harus menabur kebahagiaan untuk orang lain. Jika Anda ingin hidup dengan makmur, maka Anda harus berusaha untuk meningkatkan taraf hidup orang-orang yang berada di sekitar Anda.

Anda tidak akan mungkin menjadi Ketua Tim yang hebat, jika Anda tidak berhasil meng-upgrade masing-masing dari anggota tim. Bagaimana kualitas hidup Anda ditentukan oleh orang-orang yang berada di sekitar. Orang yang cerdas adalah orang yang mau mencerdaskan orang lain, begitu pula dengan orang yang baik adalah orang yang mau mempengaruhi orang lain dengan berbuat baik. Selamat menebarkan kebaikan di manapun Anda berada.

–Disadur dari broadcast BBM

[Dimuat dalam Buletin Phos edisi Januari 2012]

Beda Reputasi dan Karakter

Standard

“Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20).

Alkitab dengan jelas menguraikan kepada kita bahwa teman sepergaulan menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, dan orang-orang di sekitar dengan mudah membaca hal ini. Kepribadian Anda adalah jauh lebih penting daripada apa yang bisa Anda lakukan. Apa yang dilakukan seseorang merupakan cerminan dari siapa dirinya.

Ada perbandingan yang menarik antara reputasi dan karakter..

Reputasi adalah menjadi apa Anda seharusnya
Karakter adalah orang yang bagaimanakah Anda
Reputasi adalah sebuah foto
Karakter adalah wajah Anda
Reputasi adalah apa yang Anda miliki ketika tiba di tempat yang baru
Karakter adalah apa yang Anda miliki ketika Anda pergi

Reputasi bisa diketahui dalam waktu satu jam
Karakter tidak diketahui selama bertahun-tahun
Reputasi tercipta dalam sekejap
Karakter dibina seumur hidup
Reputasi bertumbuh laksana jamur
Karakter bertumbuh laksana pohon tarbantin
Reputasi tercipta melalui satu kali pemberitaan di surat kabar
Karakter terbina melalui kehidupan yang penuh kerja keras

Reputasi menjadikan Anda kaya atau miskin
Karakter menjadikan Anda bahagia atau sengsara
Reputasi adalah kata orang mengenai diri Anda di batu nisan Anda
Karakter adalah kata para malaikat mengenai Anda di sekeliling takhta Allah

–Bill Wilson

[Dimuat dalam Buletin Phos edisi Januari 2012]

Sebuah Doa: Jadikanlah Aku

Standard

Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih;
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan;
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran;
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian;
Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan;
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang;
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa kegembiraan;

Tuhan, semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
Memahami daripada dipahami;
Mencintai daripada dicintai;

Sebab dengan memberi kami menerima,
Dengan melupakan diri sendiri kami menemukan,
Dengan mengampuni, kami diampuni,
Dengan mati suci, kami bangkit lagi untuk hidup selama-lamanya.

–Santo Fransiskus dari Asisi

Percakapan antara Ibu dan Anak

Standard

Ada sebuah percakapan yang terjadi antar seorang anak kepada Ibunya. Percakapan ini saya dapat dari kiriman BBM seorang sahabat. Sebuah percakapan yang memiliki nilai-nilai, yang dapat kita petik hikmahnya..

“Ibu, ada seorang teman yang membiarkan nyamuk menghisap darahnya sampai kenyang, agar nyamuk tersebut tidak melakukan hal yang sama pada anaknya. Apakah Ibu juga akan melakukan hal yang sama kepadaku?”

Sang Ibu tertawa mendengar pertanyaan anaknya dan menjawab,
“Tidak anakku. Tetapi Ibu akan mengejar setiap nyamuk yang ada di sepanjang malam itu, supaya nyamuk tersebut tidak mendapat kesempatan untuk menggigit siapapun di rumah ini.”

Lalu anaknya bertanya kembali..
“Oh iya, bu.. Aku pernah membaca sebuah artikel tentang seorang Ibu yang rela tidak memakan apa-apa supaya anak-anaknya dapat menikmati makanan yang ada dengan kenyang. Akankah Ibu melakukan hal yang sama?”

Dengan kata-kata tegas namun penuh kasih Ibunya menjawab,
“Ibu akan bekerja sangat keras agar kita semua dapat menikmati makanan dengan kenyang, nak. Dan kamu tidak harus sulit menelan air ludah karena melihat Ibumu menahan lapar, sebab kita semua akan dapat makan dengan kenyang.”

Sang anak tersenyum..
“Oh Ibu.. Aku selalu dapat bersandar dan mengandalkan dirimu.”

Sambil memeluk hangat anaknya, sang Ibu berkata, “Terima kasih anakku. Tetapi aku akan selalu mengajarmu untuk berdiri dengan kokoh di atas kakimu sendiri. Agar engkau tidak harus jatuh tersungkur ketika aku harus pergi meninggalkanmu.”

Pesan Moral: Seorang Ibu yang bijak bukan hanya sekadar menjadikan dirinya sebagai “tempat bersandar” yang nyaman bagi anak-anaknya, tetapi juga dapat menjadikan dirinya teladan yang baik dengan membangun kehidupan anak-anaknya. Hal itu dilakukan agar suatu hari kelak anak-anaknya dapat menjadi “tempat sandaran” yang tak kalah nyamannya bagi cucu-cucunya maupun orang lain yang dia kasihi.

Ketika induk elang akan membangun sarang bagi anak-anaknya, dia akan menaruh ranting-ranting duri yang tajam sebagai landasan dasar pertamanya. Lalu di atasnya ditaruh batu-batu kerikil yang tajam. Setelah itu di atasnya ditaruh jerami yang empuk dan hangat. Induk elang tahu kapan saat yang tepat untuk mengganti “spring bed” yang nyaman milik anak-anaknya, dengan lapisan dasar yang ada di bawahnya. Bahkan, induk elang tahu kapan saat yang tepat untuk menggoyangbangkitkan isi sarang tersebut dan mendorong anak-anaknya untuk keluar dari sarang mereka yang nyaman dan hangat.

Kejamkah induk elang tersebut? Bagi kita yang menilainya dengan sepintas akan berkata, “Ya.” Tetapi, sayangkah induk elang tersebut kepada anak-anaknya? Jawabnya tetap sama, “Ya. Bahkan sangat sayang.” Tetapi mengapa kita menemukan bahwa tindakan yang dilakukannya terkesan tidak menyayangi dan ingin membunuh anak-anaknya? Ketika sarang tersebut digoyangbangkitkan, Anda perlu mengerti bahwa anak-anak elang yang masih muda tersebut belum dapat terbang dengan benar.

Pilihan yang mereka miliki saat terjatuh hanya ada dua: Mengepak-ngepakkan sayap mereka dengan sekuat tenaga (sambil berharap hal itu akan menahan tubuh mereka jatuh ke bawah) atau pasrah terjun bebas terhempas ke tanah (dan mati). Mungkin kita akan berpikir tentang apa yang ada di pikiran induk elang ketika melakukan hal tersebut. Sekalipun insting hewan yang kebanyakan berperan, saya percaya bahwa induk elang tersebut memiliki satu keinginan agar: Anak-anaknya bertumbuh menjadi elang, bukannya unggas bersayap yang tidak dapat turun dari sarangnya.

Firman Tuhan di dalam Ulangan 32:11-12 berkata, “Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia.”

Jika seorang Ibu yang bijak di dunia memiliki keinginan agar anaknya bertumbuh menjadi seorang dewasa yang kuat dan dapat menjadi “tempat sandaran” bagi orang-orang yang dia kasihi, terlebih lagi Tuhan yang sangat mengasihi hidup kita. Tuhan yang menciptakan hidup kita bukan karena iseng, nganggur, dan suatu kebetulan belaka. Tuhan yang memiliki tujuan dalam menciptakan hidup kita secara spesifik, dan yang mempersiapkan hidup kita melalui proses demi proses yang terjadi di dalam kehidupan ini.

Tetaplah bertekun, tetaplah setia dalam menjalani proses demi proses, dan tetaplah juga bekerja memberikan yang terbaik di dalam setiap aspek kehidupan kita.

“Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.”” (Ibrani 12:5-6).

Sebuah Perenungan Tentang Kasih

Standard

“Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan.” (Kejadian 6:11).

Tema kekerasan. Lagi-lagi kita telah menyaksikan kekerasan demi kekerasan terjadi kembali di negeri ini. Ormas melawan ormas, suku lawan suku, rakyat melawan penguasa.. Seolah sepertinya kita sedang hidup di zaman yang tidak beradab. Padahal kita sama-sama mengerti, membalas kekerasan dengan kekerasan hanyalah menimbulkan dendam yang tak berkesudahan serta menyulut aksi-aksi teror dan kekerasan berikutnya.

Alkitab memberitahukan kepada kita bahwa situasi kehidupan di zaman Nuh juga penuh dengan kekerasan dan keadaan bumi ketika itu sudah rusak. Pengertian kata “rusak” di sini bukan hanya menyangkut tentang rusak kondisi geologisnya saja tetapi juga kondisi teologis. Semuanya sudah rusak, dimulai dari sikap manusia terhadap sesamanya, sistem yang ada dan juga nilai-nilai kemanusiaan yang mereka miliki. Kekerasan tumbuh subur tanpa perlu dipupuk, bahkan seringkali diyakini sebagai solusi untuk permasalahan yang dihadapi dan telah menjadi ideologi dalam kehidupan manusia.

Kekerasan berkedok agama juga bukanlah sebuah barang baru. Agama “terkesan” seperti gagal membawa orang untuk berubah menjadi lebih baik dan lebih bermartabat. Padahal agama seharusnya menjadi sumber nilai, sumber pemaknaan di dalam mentransformasi masyarakat ke arah yang jauh lebih baik, yang dapat hidup damai dengan sesama tanpa harus diiringi tindakan kekerasan. Tetapi agama justru “terjebak” dalam kekerasan itu sendiri. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan ayat-ayat dari kitab suci untuk “mengesahkan” tindakannya melakukan kekerasan.

Padahal di Alkitab tertulis bahwa setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan. (2 Timotius 2:19).

Hanya kasih yang mampu untuk mengatasi kekerasan. Kasih itu sabar, murah hati, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (1 Korintus 13:4-6). Yesus berkata: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Matius 5:44). Sikap Kristiani yang diajarkan Yesus adalah sikap yang rendah hati, menggantungkan diri sepenuhnya kepada kuasa Allah (daripada percaya berlebihan kepada kemampuan diri sendiri), rindu untuk mengampuni sesama (daripada nafsu ingin membalas kejahatan dengan kejahatan).

Tindakan kasih bukanlah tanda kelemahan dan sikap tidak berdaya. Justru sebaliknya dengan berbuat kasih itu memiliki kekuatan yang luar biasa. Dengan kasih kita dapat mendatangkan perdamaian dan bukan melanggengkan permusuhan. Kasih yang sejati bukanlah untuk melukai tetapi menyembuhkan.

“Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.

Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”

(Roma 12:17-21).

“Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” (Amsal 16:32).

–Disadur dari BBM pak Gembala

Surat Seorang Sahabat: Mencari Tuhan

Standard

Mencari Tuhan
By Sianne R. Sardi

Katamu, “Aku tahu di mana Tuhan tinggal”
Tetapi kamu selalu Salah Jalan

Katamu, “Aku tahu alamat Tuhan”
Tetapi kamu selalu Tersesat!

Katamu, “Aku mendengar suara Tuhan”
Tetapi kamu selalu Salah Paham

Katamu, “Aku yakin Tuhan tahu!”
Tetapi kamu selalu Bertanya kapan doamu akan dijawab

Katamu, “Tuhan mengasihiku”
Tetapi kamu selalu Kecewa dan meninggalkanNya

Katamu, “Aku baca suratNya Tuhan tiap hari”
Tetapi kamu selalu Terlambat Sadar kalau kata-kataNya untukmu

Katamu, “Aku putriNya, kesayanganNya”
Tetapi kamu yang Melukai HatiNya tiap hari

Dengan apa seorang Bapa Menerimamu
Jika apapun yang disediakanNya bagimu
selalu ditanggapi keliru?

Dengan apa seorang Bapa MenunjukkanNya
Jika apapun yang Ia rancang bagimu
selalu Ditolak karena kamu sudah punya daftar permintaan pribadi?

Aku melihat salib di kehidupanmu
Cuma bagian dari Asesoris saja!
Tidak pernah benar-benar kau Hidupi

Maka jiwamu selalu Kesepian
Sekalipun tubuhmu kau puaskan dengan Kesibukan,
tinggal tunggu waktu untuk mendengar langkah
kakimu meninggalkan rumahNya..

Genoa, 27 Januari 2012; 10.37 am
Sianne words (c) 2012

✽ Special thanks to cik Sianne, sudah mengijinkan ricky menulis kisah ini di blog. Big God bless you..

Lumbung Padi Persaudaraan

Standard

Ada dua orang bersaudara yang bekerja bersama-sama di ladang milik keluarga mereka. Yang seorang telah menikah dan memiliki sebuah keluarga besar. Sedangkan yang satunya masih melajang. Ketika hari mulai senja, kedua bersaudara itu selalu membagi sama rata hasil yang telah mereka peroleh di sepanjang hari itu.

Pada suatu hari, saudara yang masih melajang itu berpikir, “Tidak adil rasanya jika kami membagi rata semua hasil yang telah kami peroleh. Aku masih melajang dan kebutuhanku hanya sedikit. Sedangkan saudaraku sudah memiliki keluarga besar. Lebih baik aku memberikan kepada saudaraku tersebut, karena kebutuhannya pasti jauh lebih banyak dari aku.” Karena itu setiap malam ia selalu mengambil sekarung padi dari lumbung miliknya dan menaruhnya di lumbung milik saudaranya, tanpa sepengetahuan dari saudaranya tersebut.

Sementara itu, saudara yang telah menikah juga berpikir di dalam hatinya, “Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku mempunyai istri dan anak-anak yang dapat merawatku di masa tua nanti. Sedangkan saudaraku itu masih melajang dan dia tidak memiliki seorang pun yang peduli padanya kelak pada masa tuanya. Lebih baik aku memberikan kepada saudaraku tersebut sebagai bekal tambahan untuk hari tuanya.” Karena itu setiap malam ia juga mengambil sekarung padi dari lumbung miliknya dan menaruhnya di lumbung milik saudaranya itu.

Selama bertahun-tahun kedua saudara menyimpan rahasia itu masing-masing, sementara padi mereka sesungguhnya tidak pernah berkurang. Hingga pada suatu malam keduanya bertemu dan barulah saat itu mereka menyadari apa yang telah terjadi di antara mereka berdua selama ini. Mengetahui hal tersebut, mereka berdua terharu dan keduanya berpelukan.

Bagaimana kita mampu untuk membangun persaudaraan yang diwarnai dengan kasih, seperti kisah di atas? Kedua orang bersaudara di atas belajar untuk mau memahami kebutuhan satu sama lain. Yang masih melajang dapat melihat bahwa saudaranya yang sudah berkeluarga memiliki kebutuhan yang jauh lebih banyak daripada kebutuhannya sendiri. Sementara yang sudah berkeluarga mampu memahami saudaranya yang masih melajang itu tidak memiliki siapa-siapa, sehingga dia lebih membutuhkan daripada dirinya.

Jangan biarkan persaudaraan rusak karena harta tetapi justru pereratlah persaudaraan dengan menggunakan harta yang sudah dipercayakan Tuhan di dalam kehidupan kita.

–Disadur dari email bro Daniel

“Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon (keuangan) yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” (Lukas 16:11-12).