Nebukadnezar, raja agung kerajaan Babilonia, mendapat mimpi yang membuat dia gelisah. Dia memanggil para ahli di istananya untuk menafsirkan mimpi itu. Para ahli nujum, sihir, paranormal, orang berilmu kumpul semua dan menghadap Big Boss. Mereka bilang, “Siyap Boss! Silahken informasiken mimpinya Boss apa. Kami akan mengartiken mimpi Boss!” Tetapi Big Boss Nebu punya satu syarat: Dia tidak akan memberitahu mimpinya apa. Kalau para ahli itu memang jago, pasti mereka juga bisa tahu mimpinya apa. Nah, sekarang silahkan tebak mimpinya apa dan tafsirkan mimpi itu. Dan kalau tidak bisa menebak mimpinya, kepala para ahli satu negara akan dipenggal. Wahh… hebohlah satu negara gara-gara diktator kelas paus bengkak ini.
Tampillah Daniel yang mendapat wahyu Tuhan. Dia bisa menceritakan mimpi Boss Nebu dan mengartikan mimpi itu:
31 Ya raja, tuanku melihat suatu penglihatan, yakni sebuah patung yang amat besar! Patung ini tinggi, berkilau-kilauan luar biasa, tegak di hadapan tuanku, dan tampak mendahsyatkan. 32 Adapun patung itu, kepalanya dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga, 33 sedang pahanya dari besi dengan kakinya sebagian dari besi dan sebagian lagi dari tanah liat. (Dan 2:31-33)
Patung yang hebat: Kepala dari emas tua, dada dan tangan dari perak, perut dan pinggang dari tembaga, paha dari besi, tapi sayang, kaki dari tanah liat.
‘Kaki dari tanah liat’ atau ‘feet of clay’ akhirnya menjadi istilah bahasa Inggris untuk menggambarkan bahwa sehebat-hebatnya seorang tokoh, dia tetap punya kelemahan. Berita gugatan cerai seorang tokoh di Indonesia mengagetkan banyak orang. Tuduhan, makian, pembelaan dan bantahan bersileweran di forum media sosial. Banyak orang kaget, marah, sedih, bingung.. Sebagian lagi mungkin senang, bersyukur..
Masalah kita adalah kita ini kekurangan pahlawan. Maka ketika ada satu orang tampil yang kita anggap sebagai orang yang mampu memecahkan masalah kita atau masalah bangsa, kita idolakan dia. Kita jadikan dia pahlawan. Apalagi kalau dia memiliki kesamaan dengan kita, satu kampung, satu suku, satu iman.. wow.. mantaplah sudah..
Sebagai idola, dia tidak boleh ada kelemahan atau cacat. Kita bela dia ketika dia diserang. Kita tangkis ketika orang membuka kelemahannya. Kita tinggikan dia, kita jadikan dia semacam ‘juru selamat’. Kita jadi ‘baper’, emosional dan irrasional. Kita berpikir, kalau saja dia berkuasa, masalah Indonesia akan beres. Maka semua mimpi dan pengharapan kita ditaruhkan kepada sang pahlawan ini.
Dan ketika terkuak bahwa pahlawan kita ternyata punya kaki dari tanah liat, bahwa ternyata dia adalah manusia biasa juga, ketika kelemahannya tidak bisa ditutupi lagi, kita hancur hati. Ikut hancur juga semua mimpi dan pengharapan..
Jatuhnya pahlawan selalu mengguncangkan, terutama bagi mereka yang mengidolakan dia.
Pertanyaannya: Adakah pelajaran penting yang bisa kita dapatkan dari peristiwa yang menyedihkan ini? Pasti ada..
Alkitab adalah kitab yang aneh tapi jujur. Dia menceritakan kelemahan dan kejatuhan para tokohnya. Biasanya hal demikian disembunyikan dalam kitab-kitab lain. Tokoh dan pahlawannya harus terlihat sempurna. Tetapi Alkitab mengambil jalur yang berbeda.
Alkitab menelanjangi sifat pengecut Abraham, kebohongan Yakub, kelemahan Musa, perselingkuhan Daud, kejatuhan Salomo, ketakutan Petrus, kekerasan Paulus. Semua kekurangan para tokoh ini sengaja ditulis supaya kita terhindar dari satu jebakan klasik: Menggantungkan harapan kita kepada manusia, entah namanya Rasul Paulus, atau John Calvin, atau Basuki..
Ini adalah pelajaran yang perlu terus-menerus diulang, karena kita sering gagal dalam ujian ini. Sering kali tanpa sadar, kita mengidolakan seseorang. Mungkin itu pendeta kita. Mungkin itu seorang hamba Tuhan yang dipakai Tuhan. Mungkin itu seorang rekan di pelayanan yang luar biasa berapi-api. Mungkin seseorang di kantor. Atau di dunia politik..
Jadi, belajarlah untuk tidak terlalu lama kecewa kalau melihat kekurangan seseorang, siapapun juga dia. Belajarlah untuk memaklumi pergumulan seseorang tanpa menghakimi dan tanpa perlu tahu semua detail masalah orang. Berhenti mengandalkan manusia berarti mulai mengandalkan Tuhan. Termasuk dalam hal keadilan. Banyak hal yang tidak adil di dunia ini. Banyak hal yang memedihkan hati. Adalah sia-sia kalau kita mencari keadilan sejati di kehidupan ini.
Biarkan Sang Hakim Agung menjalankan keadilan-Nya pada waktu-Nya nanti. Sementara menantikan itu, mari kita hidup benar di hadapan-Nya, bukan dengan kekuatan kita, tetapi dengan kuasa Roh Kudus. Sebab semua kita sebenarnya sama saja, kaki kita juga terbuat dari tanah liat. Bahkan bukan hanya kaki saja, seluruh tubuh kita adalah tanah liat. Dan karena itu, semua kita perlu anugerah dan kuasa Tuhan.
Ditulis dari sumber facebook: Pdt. Sukirno Tarjadi..