Saya akan membawa Anda berjalan-jalan ke sebuah kuburan pernikahan. Di dalamnya terkubur semua pernikahan yang kematiannya saya saksikan sendiri. Tempat itu adalah tempat yang menyedihkan, tetapi merupakan suatu tempat di mana pelajaran-pelajaran berharga dapat diambil. Semua pasangan yang pernikahannya terkubur di sana pernah saling mencintai.
Banyak di antara mereka mengenal Kristus dan percaya bahwa pernikahannya direncakan untuk hidup bersama seumur hidup. Tidak ada seorang pun dari pasangan tersebut yang berpikir bahwa pernikahan mereka akan berakhir di tempat yang mengerikan itu. Tidak ada pernikahan yang mati karena penyebab alamiah, pastilah karena sikap atau tingkah laku dari satu atau kedua pihak dalam pasangan itu. Mari ikuti saya membaca penyebab kematian yang tertulis di atas batu-batu nisan pernikahan-pernikahan tersebut.
Terbunuh karena pekerjaan. Di sini terkubur sebuah pernikahan yang mati karena kegilaan kerja sang suami. Ia pergi bekerja pagi-pagi sekali dan pulang ketika malam telah larut. Ia membawa pulang pekerjaan ke rumah dan sering bekerja di akhir minggu. Ia memberi tahu istrinya, “Aku bekerja untukmu dan untuk anak-anak.” Ia berjanji untuk menghabiskan waktu bersama keluarga; ia berkata bahwa akan lebih sering berada di rumah ketika “segala pekerjaannya telah agak ringan.” Tetapi pekerjaannya tidak pernah menjadi ringan. Ia berhasil dalam bisnis, tetapi harga yang harus dibayar adalah pernikahan yang mati dan anak-anak yang hatinya hancur.
Terbunuh karena anak-anak. Ia selalu bermimpi menjadi seorang ibu. Ketika memiliki tiga anak, ia mencurahkan kehidupannya bagi mereka. Ia melakukan segala sesuatu: memandikan, memakaikan pakaian, bermain, membacakan buku, berdoa, berbicara, mengerjakan PR, memasak, dan mencuci bagi mereka. Dia melupakan bahwa ia juga seorang istri, dan mengabaikan suaminya. Tugas-tugasnya menjadi seorang ibu tampaknya sejalan dengan menjadi seorang kekasih, sahabat, dan partner bagi suaminya. Ia masih tetap menjadi seorang ibu, tetapi sekarang ia tidur sendirian.
Terbunuh karena alkohol. Ia berkata bahwa minum membantunya rileks dan tenang. Ia tidak menyakiti siapa pun dan tidak memiliki masalah. Apa yang ia lakukan adalah penyangkalan besar. Yang ada hanyalah lelucon bodoh, kemarahan hebat, dan tertidur di kursi malam demi malam. Yang ada hanyalah pertengkaran dengan istri dan waktu yang sedikit untuk anak-anak.
Terbunuh oleh obat-obat penenang. Ia mulai minum obat penghilang rasa sakit setelah menjalani sebuah operasi. Ia seharusnya hanya membeli satu resep dan menghabiskannya dalam waktu tiga minggu. Tetapi tekanan dalam kehidupan membuat pil-pil itu terasa enak. Ia menciptakan segala macam penyakit dan menemui dokter-dokter di seluruh penjuru kota. Ia menumpuk persediaan pil-pil penenang dan menyembunyikannya dalam rumah. Lambat tapi pasti, ia menarik diri dari keluarganya. Ia memiliki suasana hati yang tidak baik dan hari-hari di mana ia akan mengunci dirinya dalam kamar.
Terbunuh oleh televisi dan komputer. Ia adalah seorang pecandu televisi. Ia berkata bahwa TV menolongnya menangani pekerjaan yang membuatnya stres. Ia juga senang mengecek email, bermain game, dan menjelajah internet melalui komputer barunya. Bertahun-tahun ia menghabiskan malam demi malam untuk menonton TV atau duduk di depan monitor komputernya. Istri (atau suaminya, red.) menantikan dia untuk memberi kepadanya waktu dan perhatian. Akhirnya pasangannya lelah, dan kini ia memiliki seluruh waktu untuk bermain komputer dan menonton TV tanpa gangguan dari keluarganya.
Kepalsuan-kepalsuan dari keintiman.
Sangat memukul saya bahwa semua tingkah laku spesifik yang dituliskan di sana sebagai penyebab kematian memiliki satu kesamaan: kepalsuan dari keintiman. Penyebab-penyebab itu adalah perbuatan-perbuatan di luar hubungan pernikahan yang menjanjikan kepuasan dan gairah, tetapi berakhir dengan menghancurkan kita dan pernikahan. Kepalsuan tidak dapat membawa apa pun yang baik. Kepalsuan tidak dapat mengantarkan keintiman dalam cara dan bentuk apa pun. Kepalsuan hanya dapat menuntun pada kematian. Jika Anda terus bermain-main dengannya, akhirnya ia akan membunuh Anda, pernikahan, dan keluarga Anda.
Apakah kepalsuan Anda? Apakah pekerjaan, anak-anak, alkohol, obat-obatan, televisi, atau komputer? Mungkin kepalsuan Anda ada juga dalam bidang ini: olahraga, keterlibatan dalam gereja, hiburan, hobi/kerajinan tangan, makanan, berjudi, rokok, binatang peliharaan, berbelanja, gerak badan, uang, kekuasaan, ketenaran, dan seks.
Keintiman atau bencana?
Bagaimana kita dapat menghindari keintiman palsu dan mendapatkan kebutuhan-kebutuhan kita dipenuhi di tempat-tempat yang tepat? Ada satu cara: ikatan spiritual. Iblis tidak tahan terhadap kekuatan spiritual. Ketika kita terikat secara rohani satu dengan yang lain, dan dengan Yesus Kristus, kita memiliki kuasa Allah dan itu lebih dari cukup.
Jika Anda tidak terikat secara spiritual dengan pasangan Anda, Anda tidak akan mengalami keintiman yang sejati. Akibatnya, Anda akan ditarik pada keintiman palsu. Jika Anda tidak memiliki Allah di pusat kehidupan dan hubungan Anda, oknum lain akan berada di sana. Jika Anda tidak “lapar dan haus akan kebenaran” (Mat 5:6), Anda akan tetap lapar dan haus.
Setiap pernikahan mengalami masa-masa sulit: saat-saat ketika kehidupan ini menyakitkan, saat-saat ketika keintiman fisik dan emosional Anda tampaknya kering. Akan ada saat-saat di mana Anda ragu apakah Anda masih saling mencintai. Anda bertanya-tanya apakah Anda benar-benar ingin menghabiskan sisa hidup Anda dengan orang ini.
Di saat-saat sulit seperti itu, satu-satunya hal yang dapat menjaga pernikahan Anda tetap hidup adalah hubungan rohani. Anda berdua akan digoda secara serius untuk kembali pada kepalsuan Anda. Mungkin salah seorang dari Anda telah menghampiri kepalsuan itu, dan pernikahan Anda telah hancur. Iblis akan melihat kesempatannya untuk membunuh cinta Anda, dan ia akan mengejarnya. Ikatan spiritual akan menolong Anda menghindari bencana dan menolong untuk bertahan cukup lama pada hubungan Anda untuk menyembuhkan dan membangun kembali.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus,
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13).
(Disarikan dari tulisan David Clarke; dari buku “Pernikahan yang Berkenan di Hati Allah”. Beliau adalah seorang penceramah terkenal dan penulis buku “Men are Clams, Women are Crowbars” dan “Winning the Parenting War”. Sebagai seorang psikolog Kristen yang menjalankan praktik pribadi, ia memiliki gelar master dalam bidang studi Alkitab dari Dallas Seminary dan gelar Ph.D dalam bidang psikologi klinis dari Western Seminary. David tinggal bersama istrinya, Sandy dan keempat anak mereka di Tampa, Florida).
(Pernah dimuat di dalam Buletin Phos edisi Februari 2013..)